Sabtu, 16 Oktober 2010

Tren Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH) (sat, 15 sept 2010)

source :  TrenKonstruksi (Juli 2010) 
              (sat, 15 sept 2010)

Tren Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH)


Krisis energi listrik saat ini sedang
membayangi masyarakat Indonesia. PLN
sebagai penyalur energi ke masyarakat
pun gencar mensosialisasikan program
hemat energi. Bahkan di beberapa
wilayah pemadaman listrik masih kerap
terjadi. Hal tersebut tentu mendorong
terbangunnya sistem pembangkit listrik
alternatif dan peran aktif swasta dalam
memenuhi pasokan energi listrik.

Kebutuhan energi global menurut Energy Information Administration (EIA) dalam 30 tahun kedepan akan meningkat menjadi dua kali lipat dan dalam 40 tahun kedepan akan meningkat tiga kali lipat. Peningkatan kebutuhan energi listrik ini masih bias dipenuhi oleh pembangkit listrik berbahan bakar fosil hingga tahun 2025. Sementara itu cadangan minyak bumi Indonesia menurut data departeman ESDM hanya cukup untuk 18 tahun kedepan, gas bumi 61 tahun kedepan, dan batubara diperkirakan akan habis dalam 147 tahun mendatang. Dengan kondisi cadangan bahan bakar fosil yang semakin menipis ini maka diperlukan pembangkit dengan bahan bakar alternatif atau sumber energy baru dan terbarukan (EBT). Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Eddie Widiono mengatakan, saat ini pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan dan regulasi yang mendukung pengembangan EBT, namun implementasi di lapangan masih mengalami banyak kendala, seperti harganya yang masih mahal dibandingkan energi konvensional, sumber energinya yang terkadang tidak tersedia dan lainnya. Lebih lanjut Eddie menyatakan, bahwa berdasarkan Data Cadangan dan Produksi Energi Baru dan Terbarukan Indonesia 2007, pemanfaatan energi terbarukan baru mencapai 5,921 MW (3.64%) dari total potensi sebesar 162,770 MW, pemanfaatan terbesar adalah sumber energi mikrohidro yang mencapai 17.22% dan pemanfaatan terendah energi angin 0.01%. Sistem EBT yang sudah banyak dimanfaatkan adalah Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). 

Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH)
Hybrid System atau Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH) merupakan salah satu alternatif sistem pembangkit yang tepat diaplikasikan pada daerah-daerah yang sukar dijangkau oleh sistem pembangkit besar seperti jaringan PLN atau PLTD. PLTH ini memanfaatkan sistem EBT sebagai sumber utama (primer) yang dikombinasikan dengan Diesel Generator sebagai sumber energi cadangan (sekunder). Pada PLTH, sistem EBT yang digunakan dapat berasal dari energi matahari, angin, dan lain-lain yang dikombinasikan dengan Diesel-Generator Set sehingga menjadi suatu pembangkit yang lebih efisien, efektif, dan handal untuk dapat mensuplai kebutuhan energy listrik. Dengan adanya kombinasi dari sumber-sumber energi tersebut, diharapkan dapat menyediakan catu daya listrik yang kontinyu dengan efisiensi yang paling optimal. Ditegaskan oleh Amiral bahwa kelemahan umum dari sistem EBT itu adalah biaya produksinya masih tinggi dan keandalannya rendah. Misal, Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), jika cuaca sedang mendung atau hujan maka PLTS tidak dapat beroperasi karena
posokan sumber bahan bakarnya tidak ada. Untuk meningkatkan keandalannya itu maka harus dipergunakan teknologi gabungan atau sistem hibrida yang di backup dengan diesel. Sehingga
jika tidak tersedia bahan bakarnya, maka diesel akan segera berfungsi dan membackup fungsi sistem EBT. Dengan demikian keandalannya menjadi tinggi.

Cara kerja Pembangkit Listrik Sistim Hibrida EBT dan Diesel sangat tergantung dari bentuk beban atau fluktuasi pemakain energi (load profile). Umumnya selama 24 jam distribusi beban tidak merata untuk setiap waktunya. Load profil ini sangat dipengaruhi penyediaan energinya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka kombinasi sumber energi antara sumber EBT dan diesel generator atau disebut Pembangkit Listrik Sistem Hibrida adalah salah satu solusi paling cocok untuk sistem pembangkitan yang terisolir dengan jaringan yang lebih besar seperti jaringan PLN. Pada umumnya PLTH bekerja sesuai urutan sebagai berikut, pertama, pada kondisi beban rendah, maka beban disuplai 100% dari baterai dan PV module, selama kondisi baterai masih penuh sehingga diesel tidak perlu beroperasi. Kemudian kedua, untuk beban diatas 75% beban inverter (tergantung setting parameter) atau kondisi baterai sudah kosong sampai level yang disyaratkan,
diesel mulai beroperasi untuk mensuplai beban dan sebagian mengisi baterai sampai beban diesel mencapai70-80% kapasitasnya (tergantung setting parameter). Pada kondisi ini Hybrid Controller bekerja sebagai charger (merubah tegangan AC dari generator menjadi tegangan DC) untuk mengisi baterai. Berikutnya yang ketiga, pada kondisi beban puncak baik diesel maupun inverter akan beroperasi dua-duanya untuk menuju paralel sistem apabila kapasitas terpasang diesel tidak mampu sampai beban puncak. Jika kapasitas genset cukup untuk mensuplai beban puncak, maka inverter tidak akan beroperasi paralel dengan genset.

Semua proses kerja tersebut diatas diatur oleh System Command Unit yang terdapat pada Hybrid Controller. Proses kontrol ini bukan sekedar mengaktifkan dan menonaktifkan diesel tetapi yang utama adalah pengaturan energi agar pemakain BBM diesel menjadi efisien. Parameter Pemakaian BBM dinyatakan dengan Specified Fuel Consumption (SFC),yaitu besar atau volume bahan bakar untuk dapat menghasilkan energy tertentu dari suatu diesel-generator. Nilai SFC tergantung efisiensi engine dan berapa persen daya yang dipikul oleh engine terhadap kapasitas maksimumnya, yang nilainya antara 0.25 - 0.5 liter/kWh. NIlai optimum diperoleh saat pembebanan genset 75%-80%. [Danial]

Tidak ada komentar: